Hati-Hatilah Dari Dua Sifat Ini!

“Kedzoliman merupakan kegelapan pada hari Kiamat nanti..”

عَنْ عَبَيْدِ اللهِ بْنِ مِقْسَمٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبدِ الله، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ : اتَّقُوا الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحُّ، فَإِنَّ الشَّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُم عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ، واسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ

“Dari Ubaidillah bin Miqsam, dari Jabir bin Abdillah, bahwasannya Nabi ﷺ beliau bersabda, “Takutlah kalian dari berbuat kedzoliman, karena sesungguhnya kedzoliman merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti, dan hati-hatilah kalian dari sifat tamak terhadap harta, karena sesungguhnya sifat inilah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian, yang membawa mereka, serta menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan (oleh Alloh) kepada mereka.”

Takhrij

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/ 323 (14515) beliau mengatakan, “Telah mengatakan kepada kami Abdurrozaq, dan Abdullah bin Humaid (1143) mengatakan, Telah mengatakan kepada kami Abdul Malik bin Amr. Dan Imam Bukhori dalam Adabul Mufrad (483) beliau mengatakan, “Telah berkata kepada kami Bisyr, ia berkata, Telah mengatakan kepada kami Abdulloh. Dan pada hadits (488) beliau mengatakan kepada kami Abdulloh bin Maslamah. Dan Imam Muslim dalam Shohihnya/ 8/ 18 (6668) mengatakan, Telah berkata kepada kami Abdulloh bin Maslamah bin Qa’nab. Keempatnya adalah (Abdurrozaq, Abdul Malik, Abdulloh Ibnul Mubarak dan Abdulloh bin Maslamah) dari Dawud bin Qais dari Ubaidillah bin Miqsam, kemudian ia menyebutnya (dari Jabir dan seterusnya). (Al Musnad Al Jami’/ 9/ 139 Maktabah Syamilah) Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini Shohih, sebagaimana di dalam Silsilah Shohihah.

Syarah

Nabi ﷺ sebagaimana di dalam hadits ini memperingatkan kita dari dua hal, yang ke dua hal tersebut dapat menjadi kebinasaan bagi kita, yaitu sifat dzolim dan tamak terhadap harta.

Asal dari “ad dzulmu” atau kedzoliman adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. (Muhktaru as Sihhah, Zainuddin Ar Rozi/ 192/ www.alwarraq.com)

Bisa juga dimaknakan “an naqsu” atau kekurangan, ini sebagaimana firman Alloh ﷻ :

كِلْتَا الجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئَا وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا

“Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.” (QS Al Kahfi, ayat 33)

Pada ayat di atas ada kata-kata “dzolim” dimaknakan dengan “berkurang”, sebagaimana pula dalam hadits ini dzolim dimaknakan dengan “an naqsu” atau kekurangan. Maksud kekurangan di sini adalah mengurangi hak yang semestinya kita berikan kepada orang lain, dan bisa juga dengan meremehkan kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia tunaikan. (Lihat Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Utsaimin/ 1/ 745 Darul Bashiroh)

Berdasarkan pengertian di atas maka kedzoliman itu terbagi menjadi dua jenis, pertama kedzoliman berkaitan dengan hak-hak Alloh ﷻ, dan kedua kedzoliman berkaitan dengan hak-hak manusia atas kita.

Berkaitan dengan hak-hak Alloh ﷻ maka kedzoliman di sini bisa berwujud kesyirikan kepada-Nya, karena yang menjadi hak Alloh ﷻ atas kita adalah Dia ditauhidkan dengan tauhid yang murni tanpa disertai kesyirikan. Coba kita perhatikan sabda beliau ﷺ kepada Mu’adz bin Jabal :

يَا مُعَاذُ أَتَدْرِى مَا حَقُّ اللهِ علَى الْعِبَادِ. قَالَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَلَ : أَنْ يَعْبُدُوهُ وَيُشْرِكُوا بِهِ شَيْئَأ، أتَدْرِى مَا حَقُّهُمْ عَلَيْهِ. قَالَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : أَنْ يُعَذِّبَهُمْ

“ًWahai Mu’adz, apakah engkau mengetahui apa yang menjadi hak Alloh atas hamba?” Mu’adz menjawab : Alloh dan RosulNya yang mengetahui. Beliau mengatakan : “Yang menjadi hak Alloh atas hambaNya adalah mereka tidak menyembahnya serta tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun, apakah engkau mengetahui apa yang menjadi hak mereka atas Alloh?” Mu’adz kembali menjawab : Alloh dan RosulNya yang lebih mengetahui. Beliau mengatakan : “Hak mereka adalah Alloh tidak mengadzab mereka.” (HR Bukhori : 6938, Al Jami’ as Shohih Mukhtashor, Dar Ibnu Katsir Yamamah-Beirut)

Maka orang yang berbuat syirik kepada Alloh ﷻ berarti ia telah berbuat dzolim kepada Alloh ﷻ, dan itulah kedzoliman yang paling besar! Hal ini sebagaimana firmanNya :

َإِنَّ الشِّركَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kedzoliman yang paling besar.” (QS Lukman, ayat 13)

Adapun kedzoliman yang berkaitan dengan hak-hak orang lain semisal, kita memiliki hutang kepada seseorang dan sebenarnya kita sudah mampu untuk membayar atau melunasinya akan tetapi tidak kita lunasi hutang tersebut maka itu merupakan salah satu bentuk kedzoliman. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

مَطْلُ الغَنِىِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىٍّ فَلْيَتْبَعْ

“Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kedzoliman, maka jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya” (HR Bukhori no.2166, Al Jami’ as Shohih Mukhtashor, Dar Ibnu Katsir Yamamah-Beirut)

Sabda beliau ﷺ, “Takutlah kalian dari berbuat kedzoliman.”, maksudnya adalah jangan berbuat dzolim terhadap siapapun, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain apalagi Alloh. Ini disebabkan : “kedzoliman merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti.”, yaitu pada hari kiamat nantinya tidak akan ada cahaya kecuali dari Alloh bagi orang yang dikehendakiNya, sedangkan bagi selain itu maka tidak akan ada cahaya baginya. Dan seorang Muslim baginya ada cahaya sesuai dengan kadar keislamannya, apabila dia berbuat dzolim maka cahaya itu akan berkurang sesuai dengan kadar kedzolimannya. (Lihat Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Utsaimin/ 1/ 746 Darul Bashiroh)

Kemudian apakah yang dimaksud dengan “as Syuhh”? Zainuddin Ar Razi menjelaskan bahwa “as syuhh” adalah sifat bakhil disertai ketamakan terhadap harta. (Mukhtaru as Sihhah, Zainuddin Ar Rozi/ 159/ www.alwarraq.com)

Nabi ﷺ bersabda, “hati-hatilah kalian dari sifat tamak terhadap harta, karena sesungguhnya sifat inilah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian”, yaitu bahwa sifat bakhil dan tamak terhadap harta inilah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian, mengapa demikian? karena sifat tamak dan bakhil terhadap harta ini dapat menjadikan seseorang menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta, ia tidak akan peduli harta yang diperoleh dari cara yang halal ataupun haram. Tidak hanya itu, bahkan lebih buruk lagi Nabi ﷺ menambahkan : bahwa sifat “as syuhh” ini pula “yang membawa mereka kepada sikap saling menumpahkan darah diantara mereka, serta menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan (oleh Alloh) kepada mereka.”

Lihatlah Sahabat Quran sekalian, betapa buruknya akibat sifat ini, orang yang punya penyakit tidak segan-segan menumpahkan darah saudaranya demi mendapatkan harta jika memang itu jalan satu-satunya! Na’udzubillah

Berkaitan dengan hadits ini pula maka Alloh ﷻ memberikan ancaman kepada pelaku kedzoliman bahwa tidak akan ada penolong baginya pada hari kiamat nanti, sebagaimana firmanNya :

وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“..dan tidak ada bagi orang-orang yang dzolim seorang penolong-pun.” (QS Ali Imran, ayat 192)

Kita berlindung kepada Alloh ﷻ mudah-mudahan dijauhkan dari kedua sifat ini.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top