
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Alloh memberi kemampuan kepada merea dengan karunia-Nya..”
QS An Nur : 33
Pembahasan ‘iffah yang berarti menjaga kehormatan diri, telah Alloh ﷻ gambarkan dengan jelas dalam surat Al Qoshosh (ayat 23 – 25). Cerita yang sedikit tersebut, menggambarkan wanita sholihah yang menjaga kehormatan atau kesucian dirinya dari perilaku yang tidak pantas. Setiap wanita muslimah sholihah, hendaknya memiliki perhatian besar terhadap persoalan ini; yakni menjaga kehormatan diri. Di tengah-tengah manusia itu, ada dua wanita yang menepi. Menghindar dari berdesak-desakan di tengah-tengah manusia itu. Lalu Nabi Musa menghampiri dan bertanya kepada keduanya, dengan penuh sifat malu yang tinggi, mereka menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (gembala kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (hewannya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” (QS Al Qoshosh, ayat 13)
Secara bahasa, ‘iffah adalah menahan. Adapun secara istilah, menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Alloh ﷻ haramkan. ‘Afif, adalah orang yang bersabar dari perkara tersebut dan menginginkannya. Alloh ﷻ berfirman,
وَلْيَسْتَعْفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Alloh memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya..” (QS An Nur, ayat 33)
Termasuk makna ‘iffah adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Alloh ﷻ berfirman, yang artinya, “Orang yang tidak tahu menyangka mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada manusia).” (QS Al Baqoroh, ayat 273)
Abu Sa’id Al Khudri bercerita, bahwa orang-orang dari kalangan Anshor pernah meminta kepada Rosululloh ﷺ, tidak ada seorang pun dari mereka yang meminta kepada Rosululloh ﷺ melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rosululloh ﷺ bersabda kepada mereka,
“Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta maka Alloh akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Alloh akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Alloh dari meminta kepada selain-Nya, maka Alloh ﷻ akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR Bukhori Muslim).
Imam An Nawawi Rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim mengatakan, “Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’arruf (menahan diri dari meminta-minta), qona’ah (merasa cukup) dan bersabar atas kesempitan hidup dan selainnya dari kesulitan (perkara yang tidak disukai) di dunia.”
Sederhananya, ‘iffah adalah menjaga kehormatan diri dari perbuatan yang haram dan tercela yang akhirnya menimbulkan fitnah.
Berkatitan dengan ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslimah untuk menjaga kehormatan diri, diantaranya:
Pertama,menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluannya. Alloh ﷻ berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah, ‘hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka..” (QS An Nur, ayat 31)
Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi Rohimahullah dalam tafsir Adhwa’ul Bayan berkata, “Alloh ﷻ memerintahkan kepada mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual) dan lesbian, dan juga menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.”
Kedua, tidak bepergian jauh (bersafar) sendirian tanpa didampingi mahromnya yang akan menjaga dan melindunginya dari gangguan. Rosululloh ﷺ bersabda, “Tidak boleh seorang wanita safar (bepergian) kecuali didampingi mahromnya.” (HR Bukhori Muslim)
Ketiga, tidak berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahromnya. Karena bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat hati itu condong kepada perbuatan keji dan tercela.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rohimahullah berkata, “Secara mutlak tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom, sama saja apakah wanita itu masih muda ataupun sudah tua. Dan sama saja apakah lelaki yang berjabat tangan dengannya itu masih muda atau kakek tua. Karena berjabat tangan seperti ini akan menimbulkan fitnah bagi kedua pihak. Aisyah berkata tentang teladan kita (Rosululloh ), “Tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR Bukhori)
Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas/ penghalang (kaos tangan atau kain) ataupun tanpa penghalang. Karena dalil dalam masalah ini sifatnya umum dan semua ini dalam rangka menutup jalan yang mengantarkan kepada pintu fitnah.
Keempat, tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahromnya. Rosululloh ﷺ bersabda, “Tidak boleh sama sekali seorang lelaki menyendiri dengan seorang wanita kecuali bila bersama wanita itu ada mahromnya.” (HR Bukhori Muslim)
Kelima, menjaga akhlak dari perbuatan tercela, seperti ghibah, namimah (mengadu domba), dan mencela. Sifat keimanan seorang terpancar pada akhlaknya. Rosululloh ﷺ bersabda,
أَكْمَلُ الإِيْمَانَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang yang sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, hasan)